MAKALAH
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)
DISUSUN OLEH
:
1.
AHMAD WAHID (01)
2.
ANDI SOFYAN (02)
3.
HERNI
PRIHASTINI (16)
4.
LIA
NURFITRIA (20)
5.
RISCA WAHYU
FEBRIANI (29)
6.
YULIA NUR
HANIFAH (36)
KELOMPOK : 6
KELAS : 3 Kimia 2
SMKN
1 (STM PEMBANGUNAN)
TEMANGGUNG
TH.
2015/2016
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Lelakang
Didalam sebuah produk seperti cairan vitamin atau obat sejenis serta produk
pangan lainnya terkadang sulit untuk membedakan dengan benar tentang unsur /
zat yang terkandung didalamnya. Dengan adanya kemajuan teknologi dibidang
elektrokimia saat ini telah memiliki peranan penting dalam menentukan berbagai
kandungan / unsur zat didalam cairan. Adapun teknologi yang masih digunakan
saat ini seperti penerapan metode kromatografi. Kromatografi ( Chromatography ) sebenarnya secara
harfiah berasal dari nama "warna menulis", namun tak ada hubungan
secara langsung kecuali senyawa pertama yang mengalami pemisahan dengan cara
ini adalah pigmen hijau tumbuhan, seperti klorofil. Kromatografi adalah suatu
nama yang diberikan untuk teknik pemisahan tertentu. Pada dasarnya semua cara
kromatografi menggunakan dua fasa yaitu yang pertama, fasa tetap ( Stationary Phase ) dan kedua, fasa
bergerak ( Mobile Phase ). Dengan
adanya penelitianpenelitian baru yang memungkinkan untuk menerapkan prinsip
kromatografi pada senyawa-senyawa yang tak berwarna termasuk gas.
Adapun perkembangan pesat dari beberapa jenis sistem kromatografi
diantaranya adalah ; Kromatografi kertas, kromatografi lapisan tipis ( Thin
Layer Chromatography ), kromatografi gas ( Gas Chromatography ), dan
kromatografi cair kinerja tinggi ( High Performance Liquid Chromatography ).
Pada kromatografi lapisan tipis, terdapat lapisan tipis ( tebal
0.1-2 mm ) yang terdiri atas bahan padat yang dilapiskan kepada
permukaan penyangga datar ( plat ), yang biasanya terbuat dari kaca, tetapi
dapat pula terbuat dari plat polimer atau logam. Lapisan yang melekat pada permukaan
dengan bantuan bahan pengikat, biasanya kalsium sulfat dan kromatografi lapisan
tipis dapat digunakan untuk keperluan yang luas dalam pemisahanpemisahan. Seperti
halnya, kromatografi lapisan tipis yang banyak digunakan akhir-akhir ini oleh
sebagian besar laboratorium di Indonesia menggunakan alat berupa TLC Scanner
3 merk CAMAG ( Made in Switzerland ) dengan metode kromatografi lapisan tipis,
yang mana proses pengambilan sample yang berada pada permukaan plat (tempat
sample yang telah dilakukan pemisahan) menggunakan scanner didalam alat
tersebut kemudian hasilnya ditransfer ke PC dan dilakukan proses selanjutnya.
Dan kelebihan dari TLC Scanner 3 CAMAG sendiri adalah mampu menganalisa
senyawa berwarna dan tak berwarna, membutuhkan waktu yang relatif cepat.
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi
Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
pertama kali dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. KLT
merupakan bentuk kromatografi planar , yang fase diamnya berupa lapisan seragam
(uniform) pada permukaan bidng datar yang didukung oleh lempeng kaca,
plat aluminium, atau plat plastik (Gandjar dan Rohman, 2007).
KLT merupakan salah satu metode
isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap (adsorpsi) dan daya
partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan bergerak
mengikuti kepolaran eluen. Oleh karena daya serap adsorben terhadap komponen
kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga
hal inilah yang menyebabkan pemisahan (Hostettmann et al, 1995).
Pada proses adsorpsi senyawa kimia
dapat terpisah-pisah disebabkan oleh daya serap adsorban terhadap tiap-tiap
komponen kimia tidak sama. Sedangkan partisi adalah kelarutan tiap-tiap
komponen kimia dalam cairan pengelusi (eluen) tidak sama dimana arah gerakan
eluen disebabkan oleh gaya sentrifugal sehingga komponen kimia dapat bergerak
dengan kecepatan yang berbeda-beda.
Kromatografi lapis tipis merupakan
jenis kromatografi yang dapat digunakan untuk menganalisis senyawa secara
kualitatif maupun kuantitatif. Lapisan yang memisahkan terdiri atas bahan
berbutir (fase diam) ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau
lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan, ditotolkan
berupa bercak atau pita, setelah pelat/lapisan ditaruh dalam bejana tertutup
rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi setelah perambatan kapiler
(pengembangan), selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus
ditampakkan/dideteksi. Deteksi dilakukan dengan menggunakan sinar UV (Sudjadi,
1988).
Teknik ini dikembangkan tahun 1938
Ismailoff dan Schraiber. Adsorbent dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak sebagai
penunjang fase diam. Fase bergerak akan menyerap sepanjang fase diam dan
terbentuklah kromatogram. Ini di kenal
juga sebagai kromatografi kolom terbuka. Metode ini sederhana, cepat
dalam pemisahan dan sensitif. Kecepatan pemisahan tinggi dan mudah untuk
memperoleh kembali senyawa-senyawa yang terpisahkan.
Biasanya yang sering digunakan
sebagai materi pelapisnya adalah silika gel, tetapi kadang kala bubuk selulosa
dan tanah diatome juga dapat digunakan. Untuk fase diam hidrofilik dapat
digunakan pengikat seperti semen Paris, kanji, disperse koloid plastic, silica
terhidrasi. Untuk meratakan pengikat dan zat pada pengadsorbsi digunakan suatu
aplikator. Sekarang inin telah banyak tersedia kromatografi lapisan tipis siap
pakai yang dapat berupa gelas kaca yang telah terlapisi, kromatotube, dan
sebagainya. Kadar air dalam lapisan ini harus terkendali agar didapat hasil
analisis yang reprodusibel.
Pemilihan sistem pelarut dan
komposisi lapisan tipis ditentukan oleh prinsip kromatografi yang akan
digunakan. Untuk meneteskan sampel yang akan dipisahkan digunakan suatu
mikro-syringe (penyuntik berukuran mikro). Sample diteteskan pada salah satu
bagian tepi pelat kromatografi. Pelarut harus nonpolar dan mudah menguap.
Kolom-kolom dalam pelat dapat diciptakan dengan mengerok lapisan vertical
searahgerakan pelarut. Teknik ascending digunakan untuk melaksanakan pemisahan yang
dilakukan pada temperature kamar, sampai permukaan pelarut mencapai tinggi
15-18 cm. waktu yag diperlukan antara 20-40 menit. Semua teknik yang digunakan
untuk kromatografi kertas dapat di pakai juga untuk kromatografi lapis tipis.
Resolusi KLT juah lebih tinggi daripada kromatografi kertas karena laju difusi
yang luar biasa kecilnya pada lapisan pengadsorpsi. RRPC dapat juga dilakukan
pada kromatografi lapisan ini, dengan menggunakan lapisan yang sudah dicelupkan
lebih dahulu pada perafin, minyak silikon, dan lain-lain. Pelarut yang
digunakan adalah CH3COOH atau asetonitril. Kadangkala untuk RPPC,
waktu yang diperlukan cukup lama.
Zat-zat warna dapat terlihat
langsung, tetapi dapat juga digunakan reagent penyemprot untuk melihat bercak
suatu zat. Asam kromat sering digunakan untuk zat organic. Demikian juga
penandaan secara radiokomia juga dapat digunakan. Untuk menempatkan posisi
suatu zat, reagent dapat juga disemprotkan pada bagian tepi saja. Bagian yang
lainnya dapat diperoleh kembali tanpa pengotoran dari reagent dengan pengerokan
setelah pemisahan selesai.
Untuk analisis kuatitatif dapat
digunakan plot fotodensitometri. Analisisnya dapat dilakukan dengan
spektrofotometer UV, sinar tampak, IR atau flourosens atau dengan reaksi
kolorimeter dengan reagent kromogenik.
Aplikasi KLT sangatlah luas.
Senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap serta terlalu labil untuk kromatografi
cair dapat dianalisis dengan KLT. Ia dapat pula untuk memeriksa adanya zat
pengotor dalam pelarut. Ahli kimia foresik menggunakan KLT untuk bermacam
pemisahan. Pemisahan berguna dari plasticizer, antioksidan, tinta dan formulasi
zat pewarna dapat ditentukan dengan KLT. Pemakaiannya juga meluas dalam
pemisahan anorganik.
Kelebihan dan Kekurangan Kromatografi Lapis Tipis
Beberapa kelebihan KLT yaitu:
1. KLT lebih
banyak digunakan untuk tujuan analisis.
2. Identifikasi
pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluoresensi, atau
dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.
3. Dapat
dilakukan elusi secara mekanik (ascending), menurun (descending),
atau dengan cara elusi 2 dimensi.
4. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan
ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.
5. Hanya membutuhkan sedikit pelarut.
6. Biaya yang dibutuhkan terjangkau.
7. Jumlah perlengkapan sedikit.
8. Preparasi sample yang mudah
9. Dapat untuk memisahkan senyawa hidrofobik (lipid dan hidrokarbon) yang
dengan metode kertas tidak bisa (Gandjar dan Rohman, 2007).
Adapun kekurangan KLT yaitu:
1. Butuh ketekunan dan kesabaran yang ekstra untuk mendapatkan bercak/noda
yang diharapkan.
2. Butuh sistem trial and eror untuk menentukan sistem eluen yang
cocok.
3. Memerlukan waktu yang cukup lama jika dilakukan secara tidak tekun
Prinsip Kerja Kromatografi Lapis Tipis
Pada dasarnya KLT digunakan untuk
memisahkan komponen-komponen berdasarkan perbedaan adsorpsi atau partisi oleh
fase diam di bawah gerakan pelarut pengembang (Watson, 2010). KLT sangat mirip
dengan kromatografi kertas, terutama pada cara pelaksanaannya. Perbedaan nyata
terlihat pada fase diamnya atau media pemisahnya, yakni digunakan lapisan tipis
adsorben sebagai pengganti kertas.
Pada proses pemisahan dengan
kromatografi lapis tipis, terjadi hubungan kesetimbangan antara fase diam dan
fasa gerak, dimana ada interaksi antara permukaan fase diam dengan gugus fungsi
senyawa organik yang akan diidentifikasi yang telah berinteraksi dengan fasa
geraknya. Kesetimbangan ini dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu : kepolaran fase
diam, kepolaran fase gerak, serta kepolaran dan ukuran molekul.
Pembuatan Lapisan Tipis
Penyerap dituangkan diatas permukaan
plat yang kondisi bentuknya baik, biasanya digunakan plat kaca / aluminium.
Ukuran yang digunakan tergantung pada jenis dari pemisahan yang akan dilakukan
dan jenis dari bejana kromatografi. Seringkali bentuk plat kaca /
aluminium dijual dengan ukuran 20 x 5 cm atau 20 x 20 cm, dua ukuran ini
dianggap sebagai “standard”. Hal yang penting yaitu bahwa permukaan dari
plat harus rata. Plat -plat kaca / aluminium sebelum dipakai dicuci
terlebih dahulu dengan air dan detergent kemudian dikeringkan. Terakhir, dapat
dicuci dengan aseton, tetapi hal ini tidak mesti dilakukan. Satu hal yang perlu
diperhatikan jangan menyentuh permukaan dari plat yang bersih dengan jari
tangan karena bekas jari tangan yang menempel akan merubah tebal dari permukaan
penyerap pada plat.
Untuk membuat penyerap, pertama
bahan penyerap dicampur dengan air sampai menjadi bubur, biasanya dengan
perbandingan x gram penyerap dan 2x ml air. Bubur diaduk sampai rata dan
dituangkan diatas plat dengan berbagai cara. Tebal lapisan merupakan faktor
yang paling penting dalam kromatografi lapisan tipis. Tebal standard adalah 250
mikron. Lapisan-lapisan yang lebih tebal ( 0.5 - 2.0 mm ) digunakan
untuk pemisahan-pemisahan yang sifatnya besar, dengan menggunakan penyerap
hingga 250 mg untuk plat dengan ukuran 20 x 20 cm. Salah satu kesukaran dengan
lapisan tebal ialah adanya tendensi mengelupas bila kering.
Tabel 2.2 Perbandingan untuk membuat
bubur penyerap
Penyerap
|
Medium bubur penyerap
|
Perbandingan, gram dalam
ml
|
Silika gel
|
Metilena klorida : methanol (2:2, v/v)
|
35 gr dalam 100 ml
|
Serbuk selulosa
|
Metilena klorida : methanol (50:50, v/v)
|
50 gr dalam 100 ml
|
Alumina
|
Metilena klorida : methanol (70:30, v/v)
|
60 gr dalam 100 ml
|
Sifat yang terpenting dari penyerap
adalah besar partikel bubur penyerap dan homogenitasnya, karena adhesi terhadap
plat sangat tergantung pada kedua sifat tersebut. Besarnya partikel yang biasa
digunakan adalah 1 – 25 mikron. Partikel yang butirannya sangat
kasar tidak akan memberikan hasil yang memuaskan dan salah satu alasan untuk
menaikkan hasil pemisahan adalah menggunakan penyerap yang butirannya halus.
Sedangkan dalam kolom partikel yang sangat halus akan mengakibatkan
aliran pelarut menjadi lambat, pada lapisan tipis butiran yang halus
memberikan aliran pelarut yang lebih cepat. Beberapa contoh penyerap yang
digunakan untuk pemisahan-pemisahan dalam kromatografi lapisan tipis adalah
sebagai berikut :
Tabel 2.3 Macam-macam penyerap untuk
kromatografi lapisan tipis
Zat padat
|
Digunakan untuk memisahkan
|
Silika
|
Asam- asam amino, alkaloid, gula,
asam-asam lemak, lipida, minyak
esensial, anion, dan kation organic,
sterol, terpenoid.
|
Alumina
|
Alkaloid, zat warna, fenol, steroid,
vitamin-vitamin, karoten, asam-asam
amino
|
Kieselguhr
|
Gula, oligosakarida, asam- asam
lemak, trigliserida, asam -asam
amino, steroid.
|
Bubuk selulosa
|
Asam-asam amino, alkaloid, nukleotida
|
Pati
|
Asam-asam amino
|
Sephadex
|
Asam-asam amino, protein
|
Definisi Kromatogram
Kromatogram adalah output
visual yang diperoleh dari hasil pemisahan.
Sebuah garis menggunakan pinsil
digambar dekat bagian bawah lempengan dan setetes pelarut dari campuran pewarna
ditempatkan pada garis itu. Diberikan penandaan pada garis di lempengan untuk
menunjukkan posisi awal dari tetesan. Jika ini dilakukan menggunakan tinta,
pewarna dari tinta akan bergerak selayaknya kromatogram dibentuk.
Ketika bercak dari campuran itu
mengering, lempengan ditempatkan dalam sebuah gelas kimia bertutup berisi
pelarut dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Perlu diperhatikan bahwa batas
pelarut berada di bawah garis dimana posisi bercak berada.
Alasan untuk menutup gelas kimia
adalah untuk meyakinkan bawah kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap
dari pelarut. Untuk mendapatkan kondisi ini, dalam gelas kimia biasanya
ditempatkan beberapa kertas saring yang terbasahi oleh pelarut. Kondisi jenuh
dalam gelas kimia dengan uap mencegah penguapan pelarut.
Karena pelarut bergerak lambat pada
lempengan, komponen-komponen yang berbeda dari campuran pewarna akan bergerak
pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak sebagai perbedaan bercak warna.
Gambar menunjukkan lempengan setalah
pelarut bergerak setengah dari lempengan. Pelarut dapat mencapai sampai pada
bagian atas dari lempengan. Ini akan memberikan pemisahan maksimal dari
komponen-komponen yang berwarna untuk kombinasi tertentu dari pelarut dan fase
diam.
Fase Diam dan Fase Gerak
Fase diam yang digunakan dalam KLT
merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm
(Gandjar dan Rohman, 2007). Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam
dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT
dalam hal efisiensi dan resolusinya.
Silika gel salah satu contoh fase
diam yang terbentuk dari silikon dioksida (silika). Atom silikon
dihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur kovalen yang besar. Namun, pada
permukaan silika gel, atom silikon berlekatan pada gugus -OH. Jadi, pada
permukaan jel silika terdapat ikatan Si-O-H selain Si-O-Si.
Permukaan silika gel sangat polar
dan karenanya gugus -OH dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa-senyawa
yang sesuai disekitarnya, sebagaimana halnya gaya van der Waals dan atraksi
dipol-dipol.
Fase diam lainnya yang biasa
digunakan adalah alumina dari aluminium oksida. Atom aluminium pada permukaan
juga memiliki gugus -OH. Pada dasarnya sifat serta penggunaannya mirip silika
gel.
Tabel 1.
Fase diam yang sering digunakan pada KLT (Kealey dan Haines, 2002)
Fasa Diam
|
Mekanisme Sorpsi
|
Penggunaan
|
Silika gel
|
Adsorpsi
|
Asam amino, hidrokarbon, vitamin, alkaloid
|
Serbuk selulosa
|
Partisi
|
Asam amino, nukleotida, karbohidrat
|
Selulosa penukar ion
|
Pertukaran ion
|
Asam nukleat, nukleotida, halida dan ion-ion logam
|
Gel sephadex
|
Eksklusi
|
Polimer, protein, kompleks logam
|
Β-siklodekstrin
|
Interaksi adsorpsi stereospesifik
|
Campuran enansiomer
|
Adsorben yang sering digunakan
antara lain :
a) Silika gel
Yang paling banyak digunakan dalam pengujian, bersifat
asam lemah, sering ditambah CaSO4 (gibs) sebagai pengikat agar melekat kuat
pada penyangga. Penambahan ini juga mempercepat mengeringnya lapis tipis. Juga
dapat ditambahkan indicator fluoresensi yang akan berfluoresensi di bawah sinar
UV pada 254 nm, hingga noda yang mengabsorpsi pada frekuensi ini menjadi sangat
kontras terhadap latar belakang yang berfluoresensi hijau kuning. Silica gel
sangat higroskopis, pada humaditas relative 45 – 75% akan menarik air sampai 7
– 20%. Derajat diaktivasinya ditentukan oleh kelembaban ruangan dimana
pemisahan akan dilakukan atau tempat penyimpanan lapis tipisnya. Kemurnian juga
penting karena dapat mempengaruhi watak kromatografi beberapa senyawa tertentu.
Pencemar dalam adsorben ini dapat juga menyebabkan dekomposisi senyawa yang
hendak dianalisa.
b) Alumina
Bersifat basa lemah. Tidak sebaik silica gel dan lebih
relative secara kimia hingga untuk senyawa yang sensitive dapat terdegrasi.
Juga dapat ditambah Ca2SO4 dan indicator fluoresensi.
c) Kieselguhr
(tanah diatome)
Merupakan adsorben netral dengan aktivitas rendah.
Daya resolusinya juga kecil. Dapat ditambahkan sebagai campuran pada silikagel
yang akan memberikan adsorben campur yang kurang aktif. Juga dapat ditambah
Ca2SO4.
d) Selulosa
Dengan menggunakan selulosa sebagai adsorben akan
didapat lapis tipis yang sifatnya analog dengan kromatografi kertas. Memberikan
lapis tipis yang baik tanpa pengikat. Adsorben ini dapat ditambah indicator
fluoresensi atau Ca asetat. Kerugian penggunaan selulosa ini ialah tidak dapat
digunakannya pereaksi yang korosif seperti asam sulfat atau pereaksi destruktif
lainnya.
e) Poliamida
Merupakan magnesium silikat. Daya melekatnya tidak
sebaik adsorben lainnya. Biasanya ditambahkan pengikat seperti selulosa atau
amilum. Mempunyai kapasitas yang besar dan banyak digunakan untuk pemisahan
fenol.
Selain fasa diam, dalam KLT juga diperlukan fasa
gerak/eluent yang berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan
(feed) untuk melewati fasa diam (adsorbent). Interaksi antara adsorbent
dengan eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh
sebab itu pemisahan komponen secara kromatografi dipengaruhi oleh laju
alir eluent dan jumlah umpan. Eluent dapat digolongkan menurut
ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut atau campuran pelarut tersebut pada
adsorben dan dalam hal ini yang banyak digunakan adalah jenis adsorben
alumina atau sebuah lapis tipis silika. Suatu pelarut yang bersifat larutan
relatif polar, dapat mengusir pelarut yang tak polar dari ikatannya dengan
alumina (gel silika). Semakin dekat kepolaran antara senyawa dengan eluen maka
senyawa akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut. Hal ini berdasarkan
prinsip “like dissolved like” (Watson, 2010).
Prosedur Kerja dengan Kromatografi Lapis Tipis
Pada KLT, fasa diam
berupa plat yang biasanya disi dengan silica gel. Sebuah garis pensil
digambar dekat bagian bawah fasa diam dan setetes larutan sampel ditempatkan di
atasnya. Sampel ditotol dengan bantuan pipa kapiler. Garis pada fasa diam
berguna untuk menunjukkan posisi asli sampel. Pembuatan garis harus menggunakan
pensil karena jika semua ini dilakukan dengan tinta, pewarna dari tinta juga
akan bergerak sebagai kromatogram berkembang. Ketika titik campuran kering,
fasa diam diletakkan berdiri dalam gelas tertutup yang telah berisi fasa gerak
dengan posisi fasa gerak di bawah garis. Digunakan gelas tertutup untuk
memastikan bahwa suasana dalam gelas jenuh dengan uap pelarut.
Pelarut (fasa
gerak) perlahan-lahan bergerak naik. Komponen-komponen yang berbeda dari
campuran berjalanan pada tingkat yang berbeda dan campuran dipisahkan memiliki
warna yang berbeda.
Diagram menunjukkan
plat setelah pelarut telah bergerak sekitar setengah jalan. Pelarut
diperbolehkan untuk naik hingga hampir mencapai bagian atas plat yang akan
memberikan pemisahan maksimal dari komponen-komponen pewarna untuk kombinasi
tertentu dari pelarut dan fase diam.
Identifikasi dari
senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih baik dikerjakan dengan
pereaksi kimia dan reaksi-reaksi warna. Untuk identifikasi menggunakan harga Rf
meskipun harga-harga Rf dalam lapisan tipis kurang tepat bila
dibandingkan pada kertas. Seperti halnya pada kertas harga Rf
didefinisikan sebagai berikut (Gritter et al, 1991):
Harga-harga Rf
untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan dengan harga-harga standard.
Perlu diperhatikan bahwa harga-harga Rf yang diperoleh berlaku
untuk campuran tertentu dari pelarut dan penyerap yang digunakan, meskipun daftar
dari harga-harga Rf untuk berbagai campuran dari pelarut dan
penyerap dapat diperoleh (Gritter et al, 1991).
Deteksi Bercak
Ada dua cara untuk menyelesaikan
analisis sampel yang tidak berwarna, yaitu:
1. Menggunakan pendarflour
Fase diam pada sebuah lempengan lapis
tipis seringkali memiliki substansi yang ditambahkan kedalamnya, supaya
menghasilkan pendaran flour ketika diberikan sinar ultraviolet (UV). Itu
berarti jika sinar UV disinarkan, maka sampel akan berpendar.
Pendaran ini ditutupi pada posisi
dimana bercak pada kromatogram berada, meskipun bercak-bercak itu tidak tampak
berwarna jika dilihat dengan mata. Itu berarti bahwa jika disinarkan sinar UV
pada lempengan, akan timbul pendaran dari posisi yang berbeda dengan posisi
bercak-bercak. Bercak tampak sebagai bidang kecil yang gelap.
Sementara UV tetap disinarkan pada
lempengan,, kita harus menandai posisi-posisi dari bercak-bercak dengan
menggunakan pensil dan melingkari daerah bercak-bercak itu. Karena jika
kita mematikan sinar UV tersebut, bercak-bercaknya tidak tampak
kembali.
2. Penunjukkan bercak secara
kimia
Dalam beberapa kasus, dimungkinkan
untuk membuat bercak-bercak menjadi tampak dengan cara mereaksikannya dengan
zat kimia sehingga menghasilkan produk yang berwarna. Sebuah contoh yang baik
adalah kromatogram yang dihasilkan dari campuran asam amino. Kromatogram dapat
dikeringkan dan disemprotkan dengan larutan ninhidrin. Ninhidrin
bereaksi dengan asam amino menghasilkan senyawa-senyawa berwarna, umumnya
coklat atau ungu.
Dalam metode lain, kromatogram
dikeringkan kembali dan kemudian ditempatkan pada wadah bertutup (seperti gelas
kimia dengan tutupan gelas arloji) bersama dengan kristal iodium. Uap
iodium dalam wadah dapat berekasi dengan bercak pada kromatogram, atau dapat
dilekatkan lebih dekat pada bercak daripada lempengan. Substansi yang
dianalisis tampak sebagai bercak-bercak kecoklatan.
Instrument Kromatografi Lapis Tipis
1. Detektor
Detektor pada alat TLC Scanner 3
CAMAG menggunakan photomultipliers. Komponen didalam phot omultipier (PMT)
sendiri adalah photomultiplier tube (tabung vakum photomultiplier),
photocathode (katoda metalik yang terbuat dari bahan logam multi alkali), struktur
dynode (berbentuk lempengan cekung) dan anoda (memilki spectral sensitivity
185-850 nm).
Prinsip kerja dari PMT adalah
permukaan logam katoda disinari dengan seberkas cahaya dan sejumlah
elektron terpancar dari permukaannya, yang biasa disebut dengan efek
fotoelektrik dengan kondisi hampa udara.
Elektron yang terpancar dan terlepas
karena adanya sekumpulan energi yang timbul dan dikuatkan oleh susunan komponen
dynode (linier -focused type) secara berurutan dan keluar mengenai anoda.
Elektron tersebut terikat dalam logam dengan energi W (eV), yang dikenal
sebagai fungsi kerja (work function), logam yang berbeda memilki fungsi kerja
yang berbeda pula. Dan logam katoda yang digunakan sebagai permukaan
fotosensitif, dibawah panjang gelombang pancung (cutoff
wavelength) λc, sembarang sumber cahaya, selemah apapun, akan menyebabkan
terjadinya pemancaran fotoelektron.
Cahaya yang masuk difokuskan dengan
melewati focusing electrode dan elektron mengenai dynode pertama kemudian
dipantulkan dan dipancarkan ke dynode kedua sampai ke dynode yang terakhir
(proses pengalian) sehingga terjadi muatan elektron yang lebih besar dan timbul
tegangan.
2. Monokromator
Monokromator adalah alat yang paling
umum dipakai untuk menghasilkan berkas radiasi dengan satu panjang gelombang.
Monokromator untuk radiasi ultra violet, sinar tampak dan infra merah adalah
serupa, yaitu mempunyai celah (slit), lensa, cermin dan prisma atau grating.
Terdapat 2 macam monokromator yaitu monokromator prisma Bunsen dan monokromator
grating Czerney-Turney
Fungsi prisma adalah untuk
memisahkan sinar polikromatis dari sumber cahaya menjadi sinar
monokromatis. Bila seberkas cahaya dilewatkan melalui sebuah
prisma, maka cahaya tersebut akandiuraikan menjadi beberapa warna (terdapat
berbagai warna merah, jingga, hijau, biru, dan lain-lain).
3. Absorbansi
Penyerapan hanya terjadi jika energi
foton yang datang cocok dengan energy yang diperlukan untuk memindahkan satu
elektron terluarnya dari tingkat dasar ke tingkat tereksitasi (atau dari pita
valensi ke pita konduksi di dalam zat padat). Dengan spektroskopi
dari cahaya transmisi bisa diketahui tingkat/pita energi dari suatu
atom/molekul/zat padat.
Berkas radiasi elektromagnet bila
dilewatkan pada sampel kimia maka sebagian akan terabsorpsi. Energi elektromagnet
yang ditransfer ke molekul sampel akan menaikan tingkat energi (tingkat
tereksitasi). Molekul akan dieksitasi sesuai dengan panjang gelombang yang
diserapnya.
Rumus yang digunakan untuk
menghitung besarnya energi yang diserap:
E = h x ν = h x C /λ = h x C /
v
dimana, E = energi yang
diserap
h = tetapan Planck = 6,626 x 10-34
v =
frekuensi
C = kecepatan cahaya = 2,998
x 108 m/det
λ = panjang gelombang
ν = bilangan gelombang
Absorbansi dengan simbol A dari
suatu larutan merupakan logaritma dari 1/T atau logaritma Io/It.
A = log (1/T) = log (Io/It) =
- log (T) (1.4)
dimana, A =
Absorbansi / serapan
Io = Intensitas
sinar yang datang
It = Intensitas sinar yang diteruskan
T = Transmitance / transmitansi
4. Transmitansi
Apabila suatu berkas sinar radiasi
dengan intensitas Io dilewatkan melalui suatu larutan dalam wadah transparan
maka sebagian radiasi akan diserap sehingga intensitas radiasi yang
diteruskan It menjadi lebih kecil dari Io. Transmitansi dengan simbol T dari
larutan merupakan fraksi dari radiasi yang diteruskan atau ditansmisikan oleh
larutan, yaitu : T = It/Io. Transmitansi biasanya dinyatakan dalam persen (%).
Faktor –
Faktor yang Mempengaruhi Kromatografi Lapis Tipis
Faktor-faktor yang mempengaruhi
gerakan noda dalam kromatografi lapisan tipis yang juga mempengaruhi harga Rf
adalah :
1. Struktur
kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.
2. Sifat dari
penyerap dan derajat aktifitasnya.
Biasanya aktifitas dicapai dengan
pemanasan dalam oven, hal ini akan mengeringkan molekul-molekul air yang
menempati pusat-pusat serapan dari penyerap. Perbedaan penyerap akan memberikan
perbedaan yang besar terhadap harga Rf meskipun menggunakan
fase bergerak dan zat terlarut yang sama tetapi hasil akan dapat diulang dengan
hasil yang sama, jika menggunakan penyerap yang sama, ukuran
partikel tetap dan jika pengikat (kalau ada) dicampur hingga homogen.
3. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap.
Pada prakteknya
tebal lapisan tidak dapat dilihat pengaruhnya, tetapi perlu diusahakan tebal
lapisan yang rata. Ketidakrataan akan menyebabkan aliran pelarut menjadi tak
rata pula dalam daerah yang kecil dari plat.
4. Pelarut (dan
derajat kemurniannya) fase bergerak.
Kemurnian dari pelarut yang
digunakan sebagai fase bergerak dalam kromatografi lapisan tipis adalah sangat
penting dan bila campuran pelarut digunakan maka perbandingan yang dipakai
harus betul-betul diperhatikan.
5. Derajat
kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang digunakan.
6. Teknik
percobaan.
Arah pelarut bergerak di atas plat.
(Metoda aliran penaikan yang hanya diperhatikan, karena cara ini yang paling
umum meskipun teknik aliran penurunan dan mendatar juga digunakan).
7. Jumlah cuplikan yang digunakan.
Penetesan cuplikan dalam jumlah yang
berlebihan memberikan hasil penyebaran noda-noda dengan kemungkinan terbentuknya
ekor dan efek tak kesetimbangan lainnya, hingga akan mengakibatkan
kesalahan-kesalahan pada harga-harga Rf.
8. Suhu.
Pemisahan-pemisahan sebaiknya
dikerjakan pada suhu tetap, hal ini terutama untuk mencegah perubahan-perubahan
dalam komposisi pelarut yang disebabkan oleh penguapan atau perubahan-perubahan
fase.
9. Kesetimbangan.
Ternyata bahwa kesetimbangan dalam
lapisan tipis lebih penting dalam kromatografi kertas, hingga perlu
mengusahakan atmosfer dalam bejana jenuh dengan uap pelarut. Suatu gejala bila
atmosfer dalam bejana tidak jenuh dengan uap pelarut, bila digunakan pelarut
campuran, akan terjadi pengembangan dengan permukaan pelarut yang berbentuk
cekung dan fase bergerak lebih cepat pada bagian tepi-tepi dan keadaan ini harus dicegah.
Aplikasi KLT
Pada Bidang Pangan
Pada penelitian analisis kualitastif
pewarna rhodamin B dalam sampel saus tomat. Sampel dianalisis dengan metode
Kromatografi Lapis Tipis. Zat warna dari sampel saus tomat ditarik kedalam
benang wol bebas lemak dalam suasana asam sampai benang wol tersebut terwarnai
oleh pewarna saus tomat.
Setelah benang wol terwarnai oleh
pewarna saus tomat, pewarna tersebut dilepaskan ke dalam larutan basa. Larutan
basa tersebut selanjutnya akan digunakan sebagai cuplikan sampel pada analisis
Kromatografi Lapis Tipis. Noda totolan sampel dibandingkan dengan noda totolan
baku standar rhodamin B yang telah dieluasi bersama-sama dan dilihat di bawah
lampu UV pada λ 366 dan λ 254 nm, apabila terdapat zat pewarna rhodamin B dalam
sampel maka noda pada lempeng KLT akan berflouresensi di lampu UV pada λ 366 nm
dan tidak berflorousensi dilampu UV pada λ 254 nm, pada penelitian ini noda
totolan sampel pada lempeng KLT tidak menunjukan flouresensi di lampu UV pada λ
366 nm, sehingga dapat disimpulan bahwa pada sampel saus tomat ini tidak
terkandung zat pewarna rhodamin B
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
1.
Kromatografi adalah teknik pemisahan
campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran
tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan fase gerak
(cair atau gas).
2.
KLT
merupakan salah satu metode isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya
serap (adsorpsi) dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia
yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen,
3.
Keuntungan KLT yaitu ketepatan penentuan kadar baik karena komponen yang
akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak. Kerugiannya memerlukan
waktu untuk menentuan sistem eluen yang cocok.
4.
Prinsip KLT
yaitu pemisahan komponen-komponen berdasarkan perbedaan adsorpsi atau partisi
oleh fase diam dibawah gerakan pelarut pengembang.
5.
Pembuatan
lapis tipis KLT dimulai dari penyerap dituangkan diatas permukaan plat yang
kondisi bentuknya baik, biasanya digunakan plat kaca / aluminium. Ukuran yang
digunakan tergantung pada jenis dari pemisahan yang akan dilakukan dan jenis
dari bejana kromatografi. Seringkali bentuk plat kaca / aluminium dijual
dengan ukuran 20 x 5 cm atau 20 x 20 cm, dua ukuran ini dianggap sebagai
“standard”.
6.
Kromatogram adalah output visual yang diperoleh dari hasil pemisahan.
7.
Fase diam
yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter
partikel antara 10-30 µm (Gandjar dan Rohman, 2007). Fasa gerak/eluent
yang berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk
melewati fasa diam (adsorbent).
8.
Kerja dengan
KLT dimulai dari penyiapan plat, eluen dan sampel, penotolan, elusi, dan
deteksi bercak/noda.
9.
Cara
mendeteksi bercak ada 2 yaitu menggunakan UV dan campuran zat kimia tertentu.
10. Terdapat
beberapa instrument pada kromatografi lapis tipis diantaranya adalah detector, monokromator, absorbansi, dan transmitansi.
11. Faktor-faktor
yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapisan tipis yang juga
mempengaruhi harga Rf adalah :
a. Struktur
kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.
b. Sifat dari
penyerap dan derajat aktifitasnya.
c. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap.
d. Pelarut (dan
derajat kemurniannya) fase bergerak.
e. Derajat
kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang digunakan.
f. Teknik
percobaan.
g. Jumlah cuplikan
yang digunakan.
h. Suhu
i. Kesetimbangan.
No comments:
Post a Comment